‘ãlim bukan sekedar ahli ilmu

‘ãlim bukan sekedar ahli ilmu

(Tuntutan seorang ‘ãlim untuk berdakwah sebagai pewaris para nabi)

Bismillahi wal hamdulillah, ushalli wa usallimu ‘ala rasulillah…

‘ãlim adalah sebuah istilah Bahasa arab yang berasal dari kata

عَلِمَ-يَعْلَمُ-عِلْمًا-عَالِمٌ

merupakan isim fail yang berarti “orang yang berilmu”, dengan bentuk jamaknya عُلَمَاءُ yakni “orang-orang yang berilmu”.

Orang yang berilmu memiliki derajat yang sangat tinggi sebagaimana Allah SWT berfirman:

…يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ…

Artinya: “…niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”. (Q.S Al-Mujadalah: 11)

Juga dalam hadits nabi yang diriwayatkan imam baihaqi:

كُنْ عَالِمًا اَوْمُتَعَلِّمًا اَوْمُسْتَمِعًا اَوْمُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِك (روه البيهقي)

Artinya : “ Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai) atau orang yang belajar (pelajar) atau orang yang mendengarkan ilmu dan atau orang yang mencintai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka engkau akan celaka.” (H.R. Baihaqi).

Dari hadits diatas, kita dapat mengetahui bahwa posisi seorang ‘ãlim merupakan yang utama, karena dengan ilmu, ibadah jadi bernilai, perkataan jadi berbobot dan hidup jadi berharga. Bahkan dikutip dari kitab Ta’lǐm al Muta’allim karangan Syeikh al-Zarnuji disebutkan bahwa ibadah satu orang yang berilmu lebih baik derajatnya dari pada seribu orang yang tidak berilmu.

Seorang ãlim (orang yang berilmu) sejatinya dapat menempatkan keilmuannya tidak hanya dinikmati dan dimanfaatkan untuk dirinya saja yang direalisasikan dalam bentuk ibadah fardiyah (personal), melainkan harus bisa dirasakan manfaatnya untuk orang lain. Sehingga seorang ‘ãlim harus mampu memahami makna dari kata ‘ãlim tersebut. Adapun beberapa makna yang tersirat dari kata ‘ãlim tersebut adalah sebagai berikut:

Mu’allim yang artinya yang mengajarkan

Da’i, berarti yang mengajak

Muballigh, yang menyampaikan

Makna-makna tersebut sebagai tindak lanjut dari peran seorang ‘ãlim.

Pertama, ‘ãlim dimaknai sebagai mu’allim, yakni seorang ‘ãlim harus mampu mengajarkan kepada orang lain atas ilmu yang dimilikinya. Karena sebaik-baik manusia adalah yang belajar al-Quran (termasuk mempelajari isinya) dan mengajarkannya.

Kedua, ‘ãlim dimaknai sebagai Da’i, yakni seorang ‘ãlim harus mampu mengajak orang lain kepada kebaikan dan mampu mencegah atas kemungkaran.

Ketiga, ‘ãlim dimaknai sebagai Muballigh, yakni seorang ‘ãlim harus mampu menyampaikan yang hak dan yang bathil. Karna hukum dari Allah baik pahit maupun manis tetap harus disampaikan ummat manusia.

Keempat, ‘ãlim dimaknai sebagai Qudwah. Yakni seorang ‘ãlim harus mampu menjadi teladan bagi orang lain. Karena orang ‘ãlim merupakan panutan bagi masyarakat pada umumnya baik perkataan, perbuatan dan segala tindak tanduknya.

Dengan demikian, patutlah bagi seorang ‘ãlim untuk menjaga ‘izzahnya, menjaga martabatnya dengan cara merealisasikan ilmunya dalam ibadah dan mampu mengajak, mengarahkan dan menjadi tauladan bagi orang lain. Seorang ‘ãlim tidak hanya sholih sendiri tapi punya tanggung jawab yang besar untuk bisa memberikan petunjuk kepada orang lain agar menjadi sholih.

Wallahu a’lam bisshowab…

Oleh: Ahmad Apidin

Ketua bidang Dakwah dan Keumatan PD. IKADI Kab. Cianjur

(Mahasiswa S2 STAI Al-Azhary dan Mudirul Ma’had Darul Muttaqin Cianjur)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

div#stuning-header .dfd-stuning-header-bg-container {background-size: initial;background-position: top center;background-attachment: initial;background-repeat: initial;}#stuning-header div.page-title-inner {min-height: 650px;}